Pages - Menu

Translate

Rabu, 18 Juli 2012

Air Terjun Kali Pancur yang Menjulang Tinggi

Berwisata ke obyek wisata alam selalu menjadi solusi terbaik untuk menenangkan pikiran. Itulah sebabnya mengapa wisata alam seperti pantai, gunung, danau, dan juga air terjun selalu menjadi pilihan favorit dalam berwisata. Itu juga yang menjadi penyebab mengapa obyek wisata Air Terjun Kali Pancur yang berlokasi di Desa Nogosaren, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang ini menjadi salah satu obyek wisata yang cukup menarik untuk dikunjungi. Obyek wisata yang berjarak sekitar 14 km dari kota Salatiga ini memang cukup sulit untuk diakses karena cukup minim kendaraan umum walaupun jalanannya cukup bagus. Ini sebabnya mengapa kebanyakan wisatawan yang berkunjung ke Air Terjun Kali Pancur lebih memilih untuk membawa kendaraan pribadi. Selain itu, para wisatawan yang ingin menikmati indahnya obyek wisata Air Terjun Kali Pancur ini juga harus memiliki kondisi fisik yang fit, karena mereka mau tidak mau harus jalan menyusuri anak tangga yang berjumlah lebih dari 800 anak tangga. Hal ini dikarenakan lokasi parkiran dan lokasi air terjun memiliki jarak sekitar 900 meter. Namun, semua jerih payah para wisatawan tersebut akan terbayar saat sampai di lokasi air terjun yang memiliki ketinggian sekitar 150 meter. Selain itu, pemandangan alam sekitar yang dilengkapi oleh suara gemericik air di sepanjang perjalanan pun cukup menyegarkan sehingga jarak 900 meter pun tidak terasa. Semua itu menjadikan obyek wisata Air Terjun Kali Pancur ini sangat direkomendasikan bagi para wisatawan yang sedang berwisata ke kota Semarang.

Selasa, 26 Juni 2012

KACANG HIJAU, KOMODITAS PALAWIJA ANDALAN KABUPATEN JOMBANG MASA DEPAN

Kacang Hijau atau nama Latinnya Vigna radiata atau nama lainnya mung bean, green bean, green gram, golden gram, green soy mongo, munggo, monggo, merupakan salah satu jenis kacang-kacangan yang berasal dari Asia Selatan (Banglades, India, dan Pakistan). Sekarang komoditas ini sudah dibudidayakan di seluruh kawasan tropis di dunia. Jenis kacang ini disebut kacang hijau, karena kulit bijinya berwarna hijau. Meskipun sebenarnya ada varietas yang kulit bijinya berwarna merah kecokelatan {red mung bean). Meskipun kulit bijinya bukan berwarna hijau, tetap saja namanya kacang hijau. Varietas kacang hijau yang dibudidayakan di Indonesia, hanya yang berkulit biji hijau. Kacang hijau adalah tema semusim/ dengan sosok mirip tanaman kedelai.
Sebagai komoditas kacang-kacangan, kacang hijau termasuk genus Vigna, komoditas ini masih satu genus dengan kacang bogor (Vigna subterranea), kacang asuki atau kacang merah (Vigna angularis), kacang panjang ( Vigna ungulculata sub spesies sesquipedalis), dan kacang tholo kacang tunggak, (Vigna unguiculata sub spesies ungulculata). Salah satu perbedaannya, polong kacang bogor tumbuh di dalam tanah seperti halnya kacang tanah (Arachis hypogaea). Sementara kacang panjang, kacang asuki, dan kacang tunggak tumbuh merambat (membelit). Seperti halnya kedelai, kacang hijau tumbuh tegak, hingga tidak perlu ajir sebagai tiang panjatan, dan polongnya tumbuh di atas permukaan tanah.
Kacang hijau bisa tumbuh subur di daerah Tropis dengan ketinggian 250 m- 500 m diatas permukaan laut. Kacang hijau ditanam pada awal musim penghujan, atau bersamaan dengan penanaman jagung setelah tanam padi berakhir (pada sawah tadah hujan). Budidaya kacang hijau pada awal musim penghujan, akan mengakibatkan pertumbuhan tanaman kurang baik. Sementara intensitas serangan hama ulat juga cukup tinggi. Kacang hijau sudah bisa dipanen sekitar tiga bulan sejak penanaman. Beberapa varietas unggul kacang hijau, sudah bisa dipanen pada umur 2,5 bulan setelah tanam. Beberapa varietas unggul kacang hijau yang sudah dilepas oleh Menteri Pertanian antara lain Arto Ijo, Bakti, Manyar, Merak, No. 129, No. 119, Slwalik, Walet, Betet, dan Parkit. Dari 10 varietas tersebut, hanya empat varietas yang paling banyak dibudidayakan petani, yakni walet, manyar, merak dan No. 129.
KOMODITAS KACANG HIJAU DI KABUPATEN JOMBANG.
Wilayah Kabupaten Jombang mempunyai letak geografi antara 5.20° - 5.30° Bujur Timur dan antara :7.20′ dan 7.45′ lintang selatan dengan luas wilayah 115.950 Ha atau 2,4 % luas Propinsi Jawa Timur.(Wikipedia). Keadaan iklim khususnya curah hujan di Kabupaten Jombang yang terletak pada ketinggian 500 meter dari permukaan laut mempunyai curah hujan relatif rendah yakni berkisar antara 1750 - 2500 mm pertahun. Sedangkan untuk daerah yang terletak pada ketinggian lebih dari 500 meter dari permukaan air laut, rata-rata curah hujannya mencapai 2500 mm pertahunnya. (Wikipedia).
Dengan keadaan geografis seperti diatas wilayah Kab. Jombang sangat cocok bila digunakan untuk penanaman kacang hijau. Selama ini komoditi andalan Kab Jombang adalah padi,tebu, jagung serta kacang tanah, . Kacang hijau menempati posisi ke-5 setelah kacang tanah. Tahun 2006 Kab. Jombang hanya mampu menghasilkan 48 ton kacang hijau( Sumber data Dinas Kab Jombang 2008), padahal kebutuhannya mencapai 65 ton per tahun, sehingga harus dicukupi dari daerah lain.
Selama ini kendala utama yang dihadapi petani dalam menanam kacang hijau adalah :
1. Hama ulat yang sangat intensif menyerang tanaman ini mulai dari beberapa minggu setelah tanam, sampai panen. Penulis bahkan mengetahui sendiri kacang hijau yang baru dipanen dari sawah, kemudian dijemur, ulatnya sangat banyak jumlah maupun jenisnya. Selama ini sudah ada beberapa pestisida yang bisa menanggulangi hama ulat tersebut, tetapi dampak yang ditimbulkan tidak jarang bukan hanya ulatnya saja yang mati, tetapi tanamannya juga mati. Beberapa petani ada yang mencoba dengan melepaskan beberapa unggas mereka terutama ayam kampung ke areal persawahan. Ini juga tidak menyeleseikan masalah karena unggas tidak hanya memakan ulat tetapi juga memakan kacang kedelai yang hampir panen.
2. Harga kacang hijau selama 5 tahun terakhir ini cenderung tidak ada peningkatan, kalaupun meningkat hanya sekitar Rp1.000/ kg. Padahal harga benih, pupuk, pestisida meningkat drastis.
Dua hal diatas merupakan kendala utama yang dihadapi petani Kacang hijau, sehingga produksinya dari tahun ke tahun tidak sebanyak padi maupun tebu. Padahal Komoditas ini menjadi sangat strategis dikembangkan, karena nilai gizinva yang tinggi. Pada kacang hijau terdapat zat protein, karbohidrat, vitamin serta kaya serat. Kacang hijau bisa diolah menjadi berbagai jenis makanan olahan, misalnya: onde- onde, bubur kacang hijau, mie sun, maupun tepung hungkwe.
Salah satu potensi kacang hijau yang masih bisa kita kembangkan adalah, sebagai bahan baku tahu dan tempe. Tahu kacang hijau akan lebih tinggi kualitas dan nilainya dibanding tahu kedelai. Kualitas tempe kacang hijau pun juga akan lebih tinggi dibanding dengan tempe kedelai. Apabila sedikit demi sedikit kacang hijau bisa menjadi substitutor kedelai, maka angka impor kedelai pun bisa sedikit demi sedikit ditekan.
Semoga Pemerintah maupun Ilmuwan dalam bidang Biologi berhasil menemukan solusi untuk kedua masalah diatas sehingga produktifitas kacang hijau bisa menjadi lebih optimal.

Meningkatkan kesejahteraan dengan menjamin Kecukupan serta ketersediaan pangan dan gizi masyarakat

Kesepakatan global yang dituangkan dalam Milenium development Goals (MDG’s) memiliki tujuan besar untuk mengurangi bencana kelaparan dan kemiskinan. Berbicara tentang hal ini tentunya tidak terlepas dari bagaiman masalah pangan bahkan juga gizi yang menjamin peningkatan taraf hidup rakyat dari semua lapisan masyarakat mencerminkan bagaimana keberhasilan pembangunan manusia dan masyarakat seluruhnya.
Di Indonesia Ketersediaan pagannya dapat dikatakan cukup besar dan berasal dari produksi sendiri, Indonesia memproduksi sekitar 31 juta ton beras setiap tahunnya dan mengkonsumsi sedikit diatas tingkat produksi tersebut, dimana impor umumnya kurang dari 7% konsumsi, Indonesia memiliki sumber daya yang cukup untuk menjamin ketahanan pangan bagi penduduknya. Indikator ketahanan pangan juga menggambarkan kondisi yang cukup baik. namun ketersediaan pangan yang melimpah melebihi kebutuhan pangan penduduk tidak menjamin bahwa seluruh penduduk terbebas dari kelaparan dan gizi kurang. Sehingga pada kenyataannya masih banyak penduduk di Indonesia yang kebutuhan pangan dan gizinya belum terpenuhi, kasus busung lapar menunjukkan adanya permasalahan ketahanan pangan.
Hal ini berhubungan erat dengan ketersediaan dan tingkat kualitas konsumsi pangan. Selain dari pada itu stabilitas ketersediaan pangan di Indonesia masih bergantung pada musim misalnya pada paceklik musiman. Ada saat bahan pangan tidak ada, tidak beli karena tidak punya uang, dan tidak bisa tanam karena climate change (perubahan iklim), selain dari pada itu akses dan keterjangkauan kualitas konsumsi pangannya masih sangat rendah, juga sangat mempengaruhi kebutuhan pangan dan gizi penduduk.
Adanya perbedaan-perbedaan permasalahan potensi atau sumberdaya di setiap daerah mengharuskan adanya kebijakan pangan terutama terkait dengan ketersediaan pangan dan gizi secara spesifik di daerah, agar program dapat dilaksanakan dengan baik, tepat sasaran dan berdampak nyata.
Dalam hal ini biasanya pemerintahan hanya fokus pada pangan sumber karbohidrat dan energi. Yang penting harga beras murah, padahal bagaimana dengan sumber protein, sedangkan harga daging gila-gilaan, lalu bagaimana dengan sumber zat gizi yang lain?? Seperti zat pengatur, yaitu vitamin dan mineral. Tentu saja air yang cukup. Factor ekonomi menjadikan pola daya fikir masyarakat sekarang asal kenyang saja dan murah, lebih ke selera kantong dan perut, sehingga tidak terpikir gizi terpenuhi atau belum.
Mungkin ketahanan pangan nasional dapat membaik dengan dilakukannya peningkatan produksi pangan, Meskipun kemandirian pangan cukup baik ketergantungan pangan terhadap impor beberap komuditas seperti beras, jagung kedelai dan susu yang relative tinggi mungkin diperlukan adanya adopsi tekhnologi baik dalam perbenihan, pembibitan, pengolahan hasil, sehingga produktivitas dan mutu impor dapat ditingkatkan , Pemerintah juga perlu mengintervensi mekanisme pasar yang tidak berjalan normal. Misalnya, ketika harga pangan membubung tinggi, peran untuk menahan laju harga menjadi penting, Perlu diperhatikan pula aksesibilitas ekonomis, dalam arti apakah harganya terjangkau dan tidak secara financial, atau makanannya ada, tetapi harganya mahal, tetap tidak aksesibel. Perlu peran pemerintah bagaimana caranya agar dengan daya beli yang terbatas, mereka dapat menunjang kehidupan mereka dengan sebaik-baiknya. Program pemerintah untuk menyediakan pangan yang murah bagi masyarakat dengan taraf ekonomi rendah diharapkan tidak saja berorientasi kepada pemenuhan kalori, tetapi seharusnya diimbangi dengan program penyediaan gizi protein. Sehingga tidak ada ada lagi Nelayan yang kerjanya menangkap ikan tidak makan ikan, karena semua dijual untuk membeli kebutuhan pangan yang lain. Kebijakan yang lain adalah perlunya peningkatan informasi mengenai gizi. Beberapa survey daerah menunjukkan bahwa pengetahuan ibu tentang gizi masih kurang, Masih kurangnya kesadaran terhadap masalah gizi karena rendahnya tingkat pendidikan dan kurangnya pengetahuan menjadi penghambat upaya perbaikan gizi.