Pages - Menu

Translate

Selasa, 26 Juni 2012

Strategi Penyelesaian Krisis Pangan (Pertanian) di Indonesia

Merencanakan strategi untuk menyelesaikan permasalahan pangan yang dihadapi Indonesia sangat penting mengingat :
1. Pangan merupakan hal fundamental yang dibutuhkan manusia untuk menunjang kelangsungan hidupnya.
2. Jumlah penduduk Indonesia berdasarkan sensus 2010 mencapai 237,6 juta jiwa atau 3,5 juta lebih dari prediksi sebelumnya. Ledakan jumlah penduduk ini membawa konsekuensi luas, terutama pada kewajiban pemerintah menyediakan pangan, permukiman, fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan, dan fasilitas dasar lain yang dibutuhkan masyarakat .
3. Kebutuhan pangan dari tahun ke tahun semakin meningkat seiring dengan ledakan jumlah penduduk yang terus meningkat. Jika tidak diselesaikan secara strategis dan jangka panjang, maka akan terjadi krisis multi dimensi yang sifatnya konstruktif.
4. Model pemecahan permasalahan pangan yang dilakukan Pemerintah saat ini tidak efektif dan sifatnya jangka pendek.
Model Pemecahan masalah
Terdapat dua model pemecahan masalah untuk menyelesaikan krisis pangan dan masing-masing model tersebut memiliki kelebihan dan kekurangannya. Model pertama ialah pemecahan masalah yang sifatnya pragmatis atau pemecahan masalah yang menekankan pada pemenuhan kebutuhan yang sifatnya mendesak, tanpa mengkalkulasikan implikasi jangka panjang. Hal yang disoroti dalam model ini ialah pada aspek urgensi pemenuhan kebutuhan, tetapi sangat minimal dalam memeta potensi-potensi sumber daya internal yang bisa dioptimalkan untuk memenuhi kebutuhan. Paradigma dalam model ini ialah pemenuhan kebutuhan sangat mendesak dan tidak ada waktu untuk memikirkan potensi-potensi internal lebih dalam, sehingga yang dipeta adalah sumber daya mana yang sudah tersaji yang bisa langsung dioptimalkan untuk memenuhi kebutuhan. Paradigma model pemecahan masalah ini dipakai oleh Pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan Beras. Beberapa pekan yang lalu Pemerintah Indonesia melakukan Impor beras dari Vietnam dan India untuk memenuhi kebutuhan beras nasional. Kebijakan impor ini dilakukan karena terdapat permasalahan produksi pertanian dalam negeri yang berimplikasi pada terbatasnya kapasitas produksi yang tidak sebanding dengan permintaan pasar. Kekurangan dari model ini jika diterapkan dalam jangka panjang ialah tumbuhnya ketergantungan terhadap negara penghasil sumber daya dan hal ini berimplikasi pada politik (Politik Ekonomi).
Model pemecahan masalah yang kedua adalah model pemecahan masalah filosofis atau jangka panjang. Penekanan model ini adalah pada kuatnya analisis terhadap potensi-potensi internal dan adanya upaya pengembangan potensi – potensi tersebut untuk memenuhi kebutuhan. Model yang kedua ini lebih mengusung pada upaya kemandirian dalam memenuhi kebutuhan. Bagaimana suatu negara bisa mandiri dalam memenuhi kebutuhan masyarakatnya dengan cara mengembangkan potensi-potensi yang ada dalam ruang lingkup negaranya, baik itu potensi SDA maupun SDM. Kelebihan dari model yang kedua ini ialah kuatnya negara (mandiri) dalam memenuhi kebutuhan masyarakat dan bersifat jangka panjang. Titik tekan model kedua ialah pada upaya pengembangan potensi sumber daya. Membutuhkan waktu untuk melakukan pengembangan. Kebutuhan waktu yang cukup panjang dan sumber daya lain untuk menunjang pengembangan sumber daya menjadi kelemahan pada konteks kebutuhan yang mendesak. Kelebihan metode ini jika pada konteks negara berkembang ialah pada proyeksi masa depan yang mampu menjadikan negara menjadi mandiri, lepas dari ketergantungan terhadap asing dalam memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Model pemecahan masalah yang sifatnya filosofis jika dikontekskan pada masalah pangan (pertanian) adalah pengintegrasian sistem pertanian dari proses produksi sampai distribusi dengan berbasis kualitas. Misalnya dalam proses produksi, bagaimana penggunaan pengetahuan dan alat-alat modern untuk mengolah lahan pertanian. Banyak variabel pembangunan yang harus diperhatikan hubungan sistemiknya, sehingga menjadi formula pembangunan yang ideal.
Alternatif Solusi
Dari model pemecahan masalah yang dijelaskan secara umum di atas ditegaskan ada dua model pemecahan, yaitu yang sifatnya mendesak (pragmatis) dan jangka panjang (filosofis) dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing dalam menyelesaikan masalah. Pemecahan masalah hendaknya mengasumsikan penyelesaian yang sifatnya jangka pendek dan jangka panjang. Dalam menyelesaikan masalah krisis pangan, penulis memakai kombinasi dua model pemecahan masalah di atas dengan landasan untuk mereduksi dan menutupi kekurangan dari masing-masing model pemecahan. Jangka pendek yang tidak memikirkan dampak jangka panjang, begitu juga sebaliknya. Untuk menegaskan strategi kombinasi model tersebut perlu kiranya kita memeta kondisi indonesia secara umum sebagai pijakan untuk melakukan prosentase dari masing-masing model pemecahan tersebut. Indonesia merupakan negara dengan brand image negara agraris. Kekayaan alam yang melimpah, tanah yang subur, curah hujan yang baik. Hal tersebut membuktikan bahwa indonesia memiliki modal yang sangat besar untuk memenuhi kebutuhan secara mandiri ke depannya. Permasalahan SDM yang menjadi kendala yang cukup besar. Ketidak mampuan SDM dalam mengelola potensi kekayaan alam indonesia berimplikasi pada minimnya produksi pangan indonesia. Kebutuhan pangan yang mendesak yang disebabkan oleh ledakan penduduk yang kurang produktifnya proses produksi pangan di indonesia menjadi asumsi bahwa Indonesia harus mengambil kebijakan impor dalam jumlah yang terbatas. Orientasi impor hanya untuk memenuhi kebutuhan unsich. Punya batas waktu dan kuota. Model pemecahan masalah yang sifatnya filosofis yang berbasis pada upaya pengembangan potensi-potensi sumber daya internal sangat ditekankan. Model pemecahan masalah filosofis harus memiliki acuan masalah yang jelas. Objek mana yang hendak dipecahkan dengan model seperti ini. Untuk itu pembukaan konstruksi pangan di indonesia harus dilakukan. Jika dilihat, struktur pemenuhan pangan di Indonesia, bahwa kebutuhan pangan banyak ditunjang dari Desa sebagai daerah yang menghasilkan pertanian (Sayur, Buah, Beras, Gula, dls). Desa merupakan basic perekonomian nasional. Desa menunjang kebutuhan orang-orang Desa dan Kota. Permasalahan yang terjadi ialah banyak orang yang tidak tertarik dengan desa karena kurang begitu prospek secara ekonomi dan mobilitas, sehingga banyak orang memilih urbanisasi. Dampaknya desa sebagai lumbung pangan ditinggalkan. Implikasi besarnya ialah krisis pangan.
Revitalisasi Desa
Berpijak pada model pemecahan masalah yang sifatnya filosofis. Sedangkan kajian kita sudah jelas, yaitu desa. Rumusan masalah dalam mengatasi krisis pangan yang sifatnya jangka panjang adalah bagaimana melakukan revitalisasi desa? Revitaliasi berarti proses, cara, dan perbuatan menghidupkan kembali suatu hal yang sebelumnya kurang terberdaya . Dengan mengelola desa dengan baik sehingga orang tertarik ke desa dan menghidupkan ekonomi pedesaan yang berbasis agraris menghasilkan pangan. Konseptualiasi Revitalisasi sendiri perlu didalami lagi dengan matang. Prinsip yang penulis tawarkan untuk dijadikan pijakan dalam revitalisasi ialah,
1. Orientasi revitalisasi pada produktifitas pangan
2. Produksi yang berbasis pengetahuan dan teknologi modern
3. Pengaturan yang baik terhadap segala kegiatan ekonomi (distribusi, investasi) dengan dasar pemerataan
4. Pembangunan infrastruktur (jalan, pusat pendidikan, pusat riset, dls)
5. Arus informasi yang berjalan baik
Gambaran dari prinsip-prinsip tersebut ialah bagaimana menciptakan Desa modern yang kuat dalam ekonomi pertanian yang didukung oleh pengetahuan, teknologi modern dan infrastruktur yang menunjang dalam produksi dan distribusinya. Desa modern ini kelak menjadi penunjang pangan bagi wilayah lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar